Jumat, 26 Maret 2010

pembukuan hadist

Secara bahasa tadwin di terjemahkandengan kumpulan shiffah(mujtama’ al-shoruf).secara luas tadwin diartikan dengan al-jam’u(mengumpulkan) .Al-zahrani merumuskan pengertian tadwin:
تفيدالمتفرق المشتت وجمعه في ديوان اوكتاب تجمع فيه الصحف
”Mengikat yang berserak-serakan kemudian mengumpulkannya menjadi satu diaawn atau kitb yang terdiari dari lembaran”

Sementara yang di maksud dengan tadwin hadits dalam periode ini adalah pembukuan(kodifikasi)secara resmi yang berdasarkan pemerintah kepala negara,dengan melibatkan beberapa personil yang dibidangnya.
Usaha ini di mulai pada masa pemerintahan islam yang di pimpin oleh kholifah umar ibnu abdul azis kholifah ke 8 dari kekholifahan bani umayyah melalui instruksinya kapada para pejabat daerah agr memperhatikan dan mengumpulkan hadits dari para penghafalnya,kepada abu bakar ibnu muhammad ibn amri ibn hazm(gubernur madinah)ia mengirim instruksi yang antara lain berbunyi:

انظرواحديث رسول الله صلى الله عليه وسلم فا كتبوه فا ني حفت دروس العلم ودهاب (وفي روايةدهابه العلماء)ولاتقبل الاحديث النبي صلي الله عليه وسلم
”Perhatikan atau periksalah hadits-hadits rasul kemudian tuliskanlah!aku khawatir akan lenyapnya ilmu dengan meninggalnya para ulama’(para ahlinya)dan janganlah kamu terima kecuali hadits rasul SAW”

Kholifah menginstruksikan kepada abu bakar ibn hazm agar mengumpulkan hadits-hadits yang ada pada amrah binti abdurrahman al-anshori(murid kepercayaan siti asiyah)dan al-Qosim ibn Muhammad ibn Abu Bakar.Inatruksi yang sama ia tijikan kepada Muhammad ibn Syuhab Al-Zuhri,yang dinilainya sebagai orang yang lebih banyak mengetahui dari pada yang lainnya.
Abu Bakar ibn Hazm berhasil menghimpun hadits dalam jumlah yang menurut para ulama’ kurang lengkap .Sedang ibn syihab Al-Zuhri berhasil menghimpunnya yang dinilai para ulama’ lebih lengkap,akan tetapi sayang sekali karya kedua tabi’in ini lenyap tidak sampai pada generasi sekarang.


2. LATAR BELAKANG PEMBUKUAN HADITS
Sekurang-kurangnya ada 2 hal pokok mengapa umar ibn abdul aziz mengambil sikap seperti ini .Pertama ia khawatir terhadap hilangnya hadits-hadits dengan meninggalnya para ulama’ di medan perang.Kedua,ia khawatir juga akan tercampurnya antara hadits-hadits yang sohih dengan hadits-hadits yang palsu.Dipihak lain bahwa dengan semakin meluasnya daerah kekuasaan islam.Sementara kemampuan para tabi’in anta satu dengan yang lainnya tidak sama,jelas sangat memerlukan adanya usaha kodifikasi ini
Dengan melihat berbagai persoalan yang muncul, sehingga akibat terjadinya pergolakan politik, yang sudah cukup lama, dan mendesaknya kebutuhan untuk segera mengambil tindakan guna penyelamatan hadits dari kemusnahan dan pemalsuan mak umar ibn abdul aziz sebagai seorang kholifah yang berakhlak mulia,adil danwirai terdorong untuk maengambil tindakan ini bahkan menurut beaberap filsafat,ia turaut terlibat maendiskusikan hadits-hadits yang sedang dihimpunnya.

3. KUNJUNGAN(RIHLAH)UNTUK MEMPEROLEH DATA HADITS
Para Ulama ini hidup pada jamannya masing-masing dan berasal dari kawasan yang berbeda-beda, mulai dari Imam Malik atau nama lengkap beliau Abu Abdillah Malik bin Anas Al Ashbahi, lahir di Madinah pada tahun 95 H dan wafat pada tahun 179 H, pada usia 84 tahun; hingga Imam Ibnu Majah yang nama lengkap beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah, lahir pada tahun 209 H di Qazwin Irak dan wafat tahun 273 H bulan Ramadhan pada usia 64 tahun.
Mereka hidup dengan mewarisi perangai Rasulullah saw., konsisten antara ilmu yang diajarkan dengan sikap amalan keseharian, hidup bersahaja sementara terus berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menghimpun, menganalisa dan menata serta menyebar luaskan ajaran hadits-hadits yang dihimpun dalam kitabnya masing-masing. Kumpulan kitab hadits mereka dikenal sebagai Al-Kutub As-Sittah (Kitab yang Enam) terdiri dari Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmizi, Sunan An-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, disamping Muwaththa’ Imam Malik.
Pada suatu musim haji Khalifah Al Manshur mengunjungi Imam Malik untuk memohon maaf kepadanya atas perlakuan petugasnya di Madinah yang telah menangkapnya ketika ia dimintai fatwa tentang baiat yang diberikan secara paksa. Disamping itu Khalifah meminta kepadanya untuk mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah saw. yang akhirnya dipenuhi oleh Imam Malik bin Anas dalam kitab Al Muwaththa’.
Suatu ketika Imam Malik mendapat tawaran dari Khalifah Harun Ar-Rasyid yang bersedia menjadi penyandang dana dan menyerahkan uang 3.000 dinar untuk membiayai program penyeragaman berpegang pada kitab Al Muwaththa’. Namun Imam Malik tidak serta merta tertarik proposal yang nampak feasible tersebut, beliau menjawab: “Tidak ada alasan kuat untuk menyeragamkan orang-orang agar berpegang pada kitab Al Muwaththa’, karena para sahabat Nabi saw. telah menyebar keberbagai penjuru negeri. Kalangan penduduk Mesir telah memiliki ilmu pengetahuan, demikin halnya dengan kawasan yang lain. Nabi Muhammad saw
Berbeda dengan Imam Malik yang selamanya menetap di Madinah kecuali sewaktu menunaikan ibadah haji ke Makkah, Imam Bukhari banyak melawat ke tempat-tempat yang jauh untuk mengumpulkan dan mempelajari hadits Rasulullah saw. dan mengetahui latar belakang orang-orang yang meriwayatknnya. Daerah-daerah yang dikunjunginya adalah Syam (Suriah), Mesir dan Aljazair masing-masing dua kali, ke Basra empat kali, menetap di Makkah dan Madinah selama enam tahun, berulang kali ke Kufah dan Baghdad. Dari hasil kunjungannya tersebut Imam Bukhari berhasil mengumpulkan 600.000 hadits, dimana sebanyak 300.000 hadits berhasil dihafalnya di luar kepala, yang terdiri dari hadits shahih dan tidak shahih.
4. KAPAN PEMBUKUAN HADITS DILAKUKAN
Berlangsung hingga usaha penghimpunan yang di pelopori oleh Az-Zuhri (ulama’ yang disuruh oleh umar bin abdul azis RA,nama aslinya Abu Bakar Muhammad Asy-Syihab Az-Zuhri hidup tahun 51-124)Usaha penghimpunan hadits secara besar-besaran dilakukan oleh ulama’ hadits pada abad ke-3 hijriyah,seperti Imam Al Bukhori,Imam Muslim,Imam Abu Dawud,Imam At-Tirmidzidan ulama’ hadits yang lainnya melalui kitab hadits masing-masing.

5. TOKOH-TOKOH YANG BERPERAN DALAM PEMBUKUAN HADITS
Ada ulama’ ahli hadits yang berhasil menyusun kitab tadwin,yang bisa diwariskan kepada generasi sekarang,yaitu Malik ibn anas(wafat 93-179H) di Madinah,dengan kitab hasil karyanya Al-Muawattha’ kitab tersebut disusun pada tahun 143 H atas permintaan kholifah Al Mansyur.Para ulam’ menilai muwattha’ ini sebagai kitab tadwin yang pertama dan banyak dijadikan rujukan oleh para muhadist selanjutnya.
Para pentadwin berikutnya ialah Muhammad ibn Ishaq(w 151 H)dan ibn Abi Zi’bin(80-158H)di Madinah;ibn Juraij(80-150H)di Makkah;Al-Rabi’ ibn Sabih(w 160H)dan Hammad ibn Salamah(w 176H)di Basrah:Sufyan Al- tsauri(&-161H)di kuffah;Al-Auza’i(88-157H)di Syam;Ma’mar ibn Rasyid(93-153H)di Yaman;ibn Al-Mubarok(118-181H)di Khurasan;Abdullah ibn Wahab(125-197H)di Mesir;dan Jarir ibn Abdul Al-Hamid(110-188H0di Rei.

1. KITAB-KITAB HADITS DAN METODE PENYUSUNANNYA
Kitab-kitab yang telah dibukukan dan di kumpulkan dalam abad ke dua ini,banyak.akan tetapi yang terkenal dalam kalangan ahli hadits,ialah :
a. Al Muwattha’ disusun oleh Imam Malik(95H-179H)
b. Al Maghazy wal Siyar disusun oleh Muhammad ibnu Ishaq (150H)
c. Al Jami’ disusun oleh Abdur Razak As San’any (211H)
d. Al Mushannaf disusun oleh Syu’ban Ibn Hajjaj (160H)
e. Al Mushannaf disusun oleh Sufyan ibn Uyainah (198H)
f. Al Mushannaf disusun oleh Al Laits ibn Sa’ad (175H)
g. Al Mushannaf disusun oleh Al Auza’y (150H)
h. Al Mushannaf disusun oleh Al Humaidy (219H)
i. Al Magazin Nabawiyah disusun oleh Muhammad ibn Waqid Al Aslamy(130H-207H)
j. Al Musnad disusun oleh abu Hanifah (150H)
k. Al Musnad disusun oleh Zaid ibn Ali
l. Al Musnad disusun oleh Al Imam Asy Syafi’i (204H)
m. Mukhtaliful Hadits disusun oleh Al Imam Asy Syafi’i
Metode-metode yang digunakan dalam penyusunsn hadist adalah sebagai berikut :
a.Metode Juz’ dan Atraf
Ini termasuk metode paling awal yang digunakan dalam mengelompokkan hadits. Metode Juz berarti mengumpulkan hadits berdasarkan guru yang meriwayatkan hadits kepada penulis kitab hadits. Metode atraf adalah pembukaan hadits dengan menyebutkan pangkalnya saja sebagai penunjuk matan hadits selengkapnya.
b.Metode Muwatta’
Secara kebahasaan muwatta berarti sesuatu yang dimudahkan. Sedangkan secara istilah ilmu hadits, muwatta adalah metode pembukuan hadits berdasarkan klasifikasi hukum Islam, dan mencantumkan hadits-hadits marfu, mauquf, dan maqtu.
c.Metode Mushannaf
Secara kebahasaan mushannaf berarti sesuatu yang disusun, namun secara istilah sama artinya dengan muwatta’.
d.Metode Musnad
Metode ini menglasifikasikan hadits berdasarkan nama para sahabat yang meriwayatkan hadits itu.

e.Metode Jami’
Jami’ berarti sesuatu yang mengumpulkan, menggabungkan, dan mencakup. Kitab Jami’ adalah kitab hadits yang metode penyusunannya mencakup seluruh topik-topik dalam agama, baik aqidah, hukum, adab, tafsir, manaqib, dan lain-lain.
f.Metode Mustakhraj
Manakala penyusunan kitab hadits berdasarkan penulisan kembali hadits-hadits yang terdapat dalam kitab lain, kemudian penulis kitab yang pertama tadi mencantumkan sanad dari dia sendiri, maka metode ini disebut mustakhraj.
g.Metode Sunan
Kata ‘sunan’ adalah bentuk jamak dari kata sunnah, yang pengertiannya sama dengan hadits. Sementara yang dimaksud di sini adalah metode penyusunan berdasarkan klasifikasi hukum-hukum Islam (abwab fiqhiyah), dan hanya mencantumkan hadits-hadits marfu’. Ini yang membedakan dengan metode mushannaf dan muwatta yang juga banyak mencantumkan hadits-hadits mauquf dan maqtu’.
h.Metode Mustadrak
Adakalanya penyusunan kitab hadits berdasarkan menyusulkan (append) hadits-hadits yang tidak tercantum dalam suatu kitab hadits yang lain. Namun dalam menuliskan hadits-hadits susulan tersebut penulis kitab tadi mengikuti persyaratan periwayatan hadits yang dipakai oleh kitab yang lain tersebut.
i.Metode Mu’ja
Metode ini mengumpulkan hadits berdasarkan nama-nama para sahabat, guru-guru hadits, negeri-negeri, atau yang lain. Dan lazimnya nama-nama itu disusun berdasarkan huruf mu’jam (alfabet). Kesembilan metode di atas merupakan metode yang lahir sejak dini, dimulai dari masa para sahabat
j.Metode Majma’
Metode ini merupakan terobosan yang dilakukan semenjak kira-kira abad kelima hijri. Pada metode ini, penulis hadits menggabungkan kitab-kitab hadits yang sudah ada.
k.Metode Zawaid
Sebuah hadits terkadang ditulis oleh sejumlah penulis hadits secara bersama-sama dalam kitab mereka. Ada pula hadits yang hanya ditulis oleh seorang penulis hadits saja, sementara penulis hadits yang lain tidak menuliskannya. Maka hadits-hadits jenis kedua ini menjadi lahan penelitian para pakar hadits yang datang kemudian. Hadits-hadits ini kemudian dihimpunnya dalam suatu kitab tersendiri. Metode penulisan ini disebut zawaid yang berarti tambahan-tambahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar